Senin, 18 Mei 2020

Mensyukuri Nikmat Allah SWT

Mata pelajaran al-Qur'an Hadis 
Kelas XI Semester II
KD. 3.5 Memahami ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Tentang Mensyukuri Nikmat Allah SWT.
Materi I :Memahami QS. az-Zukhruf (43) : 9 - 13

Mengapa manusia harus bersyukur ? Kepada siapa kita mengungkapkan rasa syukur ? 
Sebuah pertanyaan yang perlu diketahui jawabannya agar kita tidak menjadi hamba yang kufur nikmat. Penjelasan ayat berikut ini akan memberikan petunjuk kepada peserta didik dan pembaca mengapa manusi harus persyukur kepada Allah SWT.

A. Ayat :
Untuk memperlancar bacaan silahkan simak video berikut : 
 
B. Terjemah Ayat :
    "Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka akan menjawab: “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (QS. az- Zukhruf [43]: 9). 
    "Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk (QS. az-Zukhruf [43]:10). 
    "Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur) (QS. az-Zukhruf [43]: 11). 
    "Dan yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi (QS. az-Zukhruf [43]: 12). 
    "Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat ni’mat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya” (QS. az- Zukhruf [43]: 13). 

C. Penjelasan Ayat 
Bumi tempat manusia menetap
     
Semua sumber daya alam yang ada merupakan rezeki dan nikmat dari Allah yang tak terhitung nilainya dan dikaruniakan Allah kepada manusia, oleh karena itu manusia seharusnya pandai-pandai mensyukurinya dan salah satu bentuk mensyukuri nikmat Allah adalah dengan beribadah kepada-Nya, memelihara Alam dan tidak merusaknya. 
     Pada ayat 9 Allah menerangkan kepada nabi bahwa jika orang-orang musyrik ditanya, siapakah yang menjadikan langit dan bumi? Mereka pasti akan menjawab: Allah lah yang menciptakan langit dan bumi, mereka sebenarnya mengakui Allah, tetapi karena sombong, hasud dan dengki mereka tetap musyrik kepada Allah.
        Kalau ayat 9 Allah menyebut secara umum penciptaan-Nya yaitu langit dan bumi, pada ayat 10 Allah merinci sebagian dari kehebatan ciptaan-Nya itu sambil mengarahkan pembicaraan secara langsung kepada manusia, khususnya mereka yang mengingkari-Nya. Firman Allah: Dialah yang menciptakan bumi itu dan menjadikan untuk kamu, bumi sebagai tempat yang mantap dan nyaman, tidak goyang atau oleng, agar kamu dapat tinggal menetap, dengan aneka kemudahan yang dapat mengantar kepada kenyamanan hidup kamu, dan Dia menjadikan untuk kamu yakni membuat dan menganugerahkan kamu potensi untuk membuat jalan-jalan di bumi ini supaya kamu mengetahui arah dan mendapat petunjuk menuju arah yang kamu kehendaki, baik untuk kepentingan hidup, ekonomi, dan perdagangan. 
Jalur transportasi laut, darat, dan udara
        Sejalan dengan ayat ini Allah berirman dalam surah an-Nabā’ ayat 6 dan al-Anbiyā ‘ ayat 31 sebagai berikut :
        
    "Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?" (QS. an- Nabā’ [78] : 6)
    Kata (مهدا) mahd atau (مهاد) mihād pada mulanya berarti sesuatu yang dihamparkan. Penghamparan bumi tidaklah bertentangan dengan sifatnya yang bulat lonjong. Apalagi di sini yang ingin ditekankan bukan tentang penciptaannya, tetapi manfaat yang dapat ditarik darinya. Di sisi lain, ke manapun kaki melangkah atau mata memandang, seseorang akan mendapati bumi ini datar atau mudah untuk dilalui. Dengan demikian apa yang tersurat ayat di atas dapat digunakan sebagai bukti tentang keesaan dan kekuasaan Allah dalam melimpahkan nikmat kepada manusia.
        Pada ayat 11 Allah subḥānahū wa taʻālā Yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui itu yang menurunkan secara berangsur dan sedikit demi sedikit air hujan dari langit menurut kadar yang diperlukan untuk minuman kamu dan binatang serta pengairan tumbuh-tumbuhan, lalu Kami hidupkan dengannya yakni dengan air itu negeri (daerah) tandus yang mati yang sebelumnya tidak ditumbuhi pepohonan, seperti itulah Allah kuasa menghidupkan sesuatu yang mati dan mengeluarkan kamu dari dalam kubur dengan amat mudah. 
Hujan menyirami tumbuhan dan tanaman
    Air hujan terjadi karena tidak samanya tekanan udara di permukaan bumi akibat adanya gunung-gunung. Hal ini menyebabkan aliran udara berupa tiupan angin membawa kabut gas (awan) ke tempat-tempat yang tekanan udaranya lebih rendah. Kumpulan awan akan terus memadat dan suatu saat mengalami kondensasi (pengembunan) dan akhirnya jika mencapai titik jenuh maka menjadi apa yang disebut dengan hujan. Turunnya hujan ke permukaan bumi berlangsung jutaan tahun dan terbentuklah sungai-sungai, danau-danau dan lautan yang merupakan reservoir air. Disamping unsur-unsur gas yang mencair menjadi air hujan, terkikis atau terlarut pula garam-garam dan mineral bersama air hujan, dan akhirnya terkumpul di lautan. Gas yang terlarut dalam air di laut antara lain CH4, NH3, CO2, dan HCN serta ditambah dengan garam-garam tanah dan mineral yang konsentrasinya makin meningkat dalam air laut. 
     Air laut yang mengandung bahan-bahan kimia dalam konsentrasi tinggi itu terjadi reaksi-reaksi kimia membentuk berbagai senyawa antara lain, karbonat, asam amino, asam lemak, gliserin, basa nitrogen (purin dan pirimidin) adenosine posfat polisakaraida, lemak dan asam nukleat. Air yang mengandung senyawa tersebut ternyata dibutuhkan oleh tumbuhan. Pembentukan senyawa-senyawa tersebut berlangsung sesuai dengan hukum alam atau sunnatullah. 
    Pada ayat 12 dan 13 masih merupakan lanjutan dari bukti-bukti kekuasaan Allah. Pada ayat tersebut diuraikan penciptaan segala macam pasangan. Ayat ini seolah-olah menyatakan: Allah juga yang menciptakan makhluk semuanya berpasangpasangan. Tidak ada ciptaan-Nya yang tidak berpasang-pasangan. Itu karena semua terdapat kekurangan dan hanya dapat mencapai kesempurnaan jika menemukan pasangannya. Hanya Allah sang Pencipta itu Yang Maha Esa tanpa pasangan. Allah menundukkan untuk kamu semua kapal di lautan dan semua binatang ternak yang kamu kendarai dan nikmati di daratan. Itu dilakukan-Nya supaya kamu selalu dapat mengendarai dan duduk di atas punggung-punggungnya dengan tenang dan mantap, lalu kamu mengingat dengan pikiran sehat dan hati nurani kamu atas nikmat Tuhan, zat yang menundukan kendaraan itu dan Pemelihara kamu, apabila kamu telah mantap berada diatasnya; dan supaya kamu mengucapkan dengan lidah kamu – sehingga bergabung hati, pikiran dan lidah memuji kepada-Nya, sebagai pengakuan atas kelemahan kamu mengendalikan dan menguasainya, dengan menyatakan: Maha Suci Tuhan Pemelihara kami yang telah menundukkan bagi kami semua ini, padahal kami sebelumnya yakni sebelum Allah menganugerahkan potensi kepada kami untuk menundukkannya bukanlah orang-orang mampu menguasaiNya, dan sesungguhnya kami kepada Tuhan kami Yang Maha Esa saja – tidak kepada selain-Nya – kami adalah orang-orang yang sudah pasti akan kembali kepada Allah sang Pencipta. Dan setelah kematian kami semua akan dibangkitkan dan mempertanggungjawabkan semua amal kami. 
    Yang dimaksud dengan “berpasangan” bukan saja jenis kelamin makhluk hidup, tetapi dapat mencakup benda-benda tak bernyawa. Dari segi bahasa kata (أزواج) “azwāj” adalah bentuk jamak dari kata ( زوج) “zauj” yakni pasangan. Kata ini – menurut pakar bahasa al-Qur’an, ar-Rāgib al-Aṣfaḥānı̄–digunakan untuk masingmasing dari dua hal yang berdampingan atau bersamaan, baik jantan maupun betina, binatang (termasuk binatang berakal yakni manusia) dan juga digunakan menunjuk kedua yang berpasangan itu. Dia juga digunakan menunjuk hal yang sama bagi selain binatang seperti alas kaki. Selanjutnya ar-Rāgib al-Aṣfaḥānı̄ menegaskan bahwa keberpasangan tersebut bisa akibat kesamaan dan bisa juga karena bertolak belakang. Ayat-ayat al-Qur’an pun menggunakan kata tersebut dalam pengertian umum, bukan hanya untuk makhluk hidup. Allah berirman:                                                                          
"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat (kebesaran Allah)" (QS. aż-Zariyāt (51): 49). 
        Dari sini terdapat malam dan siang, ada senang dan susah, ada atas dan bawah dan demikian seterusnya. Semua – selama dia makhluk – memiliki pasangan. Hanya sang Khālik, Allah subḥānahū wa taʻālā yang tidak ada pasangan-Nya, tidak ada pula sama-Nya. Dari segi ilmiah terbukti bahwa listrik pun berpasangan, ada arus positif dan ada juga arus negatif. Demikian juga atom, yang tadinya diduga merupakan wujud yang terkecil dan tidak dapat terbagi, ternyata ia pun berpasangan, yakni terdiri dari elektron dan proton. 
      Yang dimaksud dengan menyebut-nyebut atau mengingat nikmat Tuhanmu apabila kamu yang menumpang telah meminta berada diatasnya, baik kapal atau binatang itu adalah nikmat-nikmat-Nya yang mengantar mereka melalui kendaraan itu mencapai arah yang dituju, atau mengangkut barang-barang mereka dan lain-lain. Penyebut nikmat-nikmat itu, mengundang ucapan al-Ḥamdulillāh dan penggunanya sesuai petunjuk Allah. Karena itu saat mengendarai, ayat tersebut mengajarkan ucapan penyucian Allah dari segala kekurangan yakni dengan bertasbih menyatakan : 
    Demikian ayat ayat di atas mengajarkan penggabungan antara tasbih dan tahmid. Kata (سخر) sakhkhara berarti menundukkan. Penundukkan binatang terlaksana dengan penciptaan Allah dalam kondisi yang menjadikannya dapat dijinakkan dan dilatih serta memahami maksud manusia ketika menggunakannya. Sedang penundukan laut, antara lain dengan menciptakan hukum-hukum alam yang berkaitan dengan laut, dan sungai, angin serta pengilhaman manusia untuk memilih bahanbahan dan cara-cara pembuatan kapal. 
        Ucapan yang diajarkan ayat di atas merupakan salah satu bukti betapa Islam mengajarkan perlunya menyadari kedudukan manusia sebagai khalifah di bumi. Seorang khalifah dituntut mengelola bumi dengan segala isinya dengan cara memperlakukannya sebagai “sahabat”, bukan penakluk. Manusia – seperti pengakuan yang diajarkan ayat di atas – pada hakikatnya tidak memiliki kemampuan untuk menundukkan bumi dan segala isinya. Yang menundukkan adalah Allah subḥānahū wa taʻālā untuk kepentingan manusia. Dari sini, manusia harus menyadari kelemahannya, dan menyadari pula bahwa kalau bukan karena penundukkan Allah yang maha perkasa itu, manusia tidak akan mampu mengendalikan binatang yang ditungganginya. Dengan demikian, ide penaklukan manusia terhadap alam tidak dikenal dengan ajaran Islam. Ia hanya dikenal oleh mitos Yunani kuno yang beranggapan bahwa alam merupakan dewa-dewa yang sering kali menghalangi manusia meraih manfaat, atau berusaha menimpakan bencana kepada mereka. Dan karena itu alam adalah musuh yang harus ditaklukkan. Dengan ditunjukkannya ciptaan Allah yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut, hendaknya manusia mensyukuri nikmat Allah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Bahkan seandainya air laut dijadikan tinta untuk menulis nikmat Allah sampai laut itu kering, nikmat Allah belum tertulis semuanya.

D. Referensi :
  1. Qur'an word.
  2. Kementerian Agama RI, 2015, Buku Siswa al-Qur'an Hadis.
  3. muslim ummah https://muslimummah.co/
  4. http://conscious-transitions.com/hope-for-ourselves-hope-for-the-planet/
  5. http://subseaworldnews.com/tag/bumi/
  6. http://www.antaranews.com/berita/267310/40-persen-kawasan-hutan-rakyat-kritis
  7. http://denaihati.com/tips-mengelakkan-kemalangan-jalan-raya

0 komentar:

Posting Komentar

Contoh Dokumen 1 Kurikulum Tinngkat Satuan Pendidikan (KTSP)

https://drive.google.com/file/d/19cwL-D6AMJ_dCifTGZNCGoE-7sFpcbyK/view?usp=drivesdk